Minggu, 16 Agustus 2009

Jejaring Fatamorgana Riau


Oleh :
Handiro Efriawan


Fenomena nyata, politik kepentingan global berdampak pada stabilitas politik nasional Indonesia. Sehingga berbagai kebijakan strategis yang ditetapkan oleh pemerintah seakan “di-stir” (dikendalikan) oleh kekuatan asing, yang berdampak pada runtuhnya marwah kebangsaan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Kondisi ini semakin diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat lemah, akibat moralitas yang justru dikebiri oleh kepentingan oknum penegak hukum itu sendiri.

Realita menunjukkan peningkatan kasus pelanggaran hukum beberapa saat mengemuka akan tetapi beberapa saat kemudian dibiarkan menguap atau sengaja diendapkan. Ini juga terjadi pada beberapa kasus di Riau, seperti kasus korupsi dan illegal logging (pembalakan liar) yang sekian lama terendap, ketika mengemuka ternyata upaya penegakan hukum tidak mampu menjerat “aktor utama”nya. Ini menunjukkan lemahnya penegakan supremasi hukum, yang cenderung masih tebang pilih. Sedangkan dampak nyata kerugian (lingkungan) dibebankan kepada masyarakat. Bencana yang terjadi berulang pada setiap tahunnya merupakan “catatan takdir” bagi masyarakat kecil, yang semakin dimiskinkan dari kemiskinannya, yang semakin dibodohkan dari keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya, yang semakin tersingkir-termarginalkan dari ketiada-beradaannya.

Fenomena ini menjadi paradoks ketika melihat Riau sebagai negeri yang tersohor karena “kemakmurannya” dengan berbagai kondisi riil masyarakatnya. Garis lurus pencapaian Visi Riau 2020 ternyata dibelokkan dengan berbagai pencanangan program yang hanya sebatas rancangan program yang menguntungkan kepentingan para penguasa dan pemilik modal semata, sedangkan masyarakat dibiarkan hidup dalam “takdir” yang ditetapkan oleh para penguasa yang “rakus” tersebut. Padahal beban anggaran di Propinsi Riau yang dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan dan penyediaan pelayanan publik diatas rata-rata anggaran pada propinsi lain di Indonesia, akan tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan para pejabat publik semata.

Grafik laporan tahunan dari dinas dan instansi terkait lainnya selalu menunjukkan peningkatan kesejahteraan, kesempatan mendapatkan pelayanan publik (pendidikan, kesehatan, kebutuhan energi dan pangan serta lapangan pekerjaan) padahal realita dilapangan jauh dari apa yang seharusnya diharapkan. Laporan hanya sebatas pertanggung-jawaban normatif, sedangkan dalam tataran implementasi secara etis dan moral tak lagi mendapatkan perhatian. Harus diakui banyak peningkatan yang terjadi, tetapi peningkatan itu justru semakin meningkatkan keprihatinan masyarakat dalam kemiskinannya, pembodohan masyarakat secara sistematis serta peningkatan penyerobotan dan penggusuran lahan hidup masyarakat.

Kondisi ini semakin diperparah dengan mulai meningkatnya gejala krisis energi dan krisis pangan. Harga bahan bakar yang melambung hingga mendekati angka US$ 150 perbarel dan menurunnya jumlah pasokan energi listrik berdampak nyata pada perekonomian masyarakat menengah ke bawah. Selain itu kondisi ini semakin berdampak pada daya beli masyarakat terhadap bahan pangan yang menurunkan tingkat kecukupan gizi dan kesehatan masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan pokok ini ternyata hanya menjadi pemanis bibir para elite pada setiap masa suksesi kepala daerah berlangsung, dengan janji “Gratis” terutama untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Suksesi Pemilihan Kepala Daerah Propinsi Riau (PILGUBRI) telah pula kembali tergelar dengan berbagai intrik yang berkembang di dalam proses pelaksanaannya. Semua kandidat penguasa kembali menjadi pelakon utama dalam sandiwara pembohongan dan pembodohan publik. Seakan-akan peduli dengan kepentingan masyarakat berupaya membuat majelis-majelis pertemuan yang disetting seakrab mungkin, mendengarkan dengan seksama keluhan dari masyarakat, lantas di akhir pertemuan masyarakat dititipi bingkisan “pelunak hati” yang diberikan secara gratis. Fenomena luar biasa ini berlangsung sebatas prosesi suksesi semata. Setelah terpilih, masyarakat kembali dilupakan oleh para “pengemis politik” tersebut, terutama masyarakat pinggiran yang semakin termarginalkan. Pertemuan-pertemuan kemudian hanya menjadi milik para kroni dan kolega penguasa, masyarakat hanya diberi kesempatan memimpikan pertemuan sampai batas waktu suksesi kembali digelar. Ini menunjukkan masih lemahnya tingkat moralitas yang melekat pada orang-orang yang hanya terobsesi pada kekuasaan semata.

Menurut Aristoteles dalam pandangan etika keutamaan (virtue ethics) secara alamiah masyarakat menantikan sosok pemimpin yang mampu mengembangkan suatu disposisi, sikap dan kecenderungan moral melalui kebiasaan yang baik, sehingga prilaku dan perbuatannya selalu bermoral. Pemimpin tersebut bukan orang yang sekedar melakukan sesuatu yang adil (doing something that is just), melainkan orang yang adil sepanjang hidupnya (being a just person), bukan sekedar orang yang yang melakukan tindakan yang baik, melainkan orang yang baik.

Melihat kondisi ini maka sudah menjadi tanggungjawab kita semua untuk kembali saling mengingatkan, melakukan introspeksi diri sehingga berbagai harapan akan pencapaian kesejahteraan masyarakat benar-benar terwujudkan. Beberapa catatan kecil dan usang yang sebenarnya sudah berulangkali terwacanakan, hendaknya benar-benar menjadi suatu komitmen dalam perwujudannya. Catatan kecil yang diharapkan menjadi solusi tersebut antara lain : Pertama, menggesa upaya penegakan supremasi hukum kepada para aparat hukum sebagai eksekutor serta masyarakat Propinsi Riau sebagai pengawas dengan cara melakukakan penuntasan terhadap berbagai kasus pelanggaran hukum yang terjadi selama ini terutama yang berkaitan dengan berbagai kasus korupsi dan kasus illegal logging yang sudah menjadi konsumsi informasi masyarakat secara nasional.

Kedua, membuat langkah taktis terhadap penyikapan krisis energi dan krisis lingkungan yang semakin akrab dengan kehidupan masyarakat Riau akhir-akhir ini, dengan cara : 1) melakukan sinergisitas penanganan antara instansi pemerintah berwenang yang turut melibatkan masyarakat secara transparan sehingga mampu mendudukkan permasalahan yang terjadi sebenarnya, 2) memperbaiki manajemen birokrasi yang bertanggungjawab terhadap permasalahan kekinian masyarakat Propinsi Riau (terutama permasalahan BBM dan Listrik) melalui pelayanan yang terimplementasi, bukan malalui pengutamaan pelayanan sebatas slogan-slogan semata, 3) mendorong Pemerintah Daerah untuk mendesak Pemerintah Pusat melakukan peninjauan ulang terhadap peraturan-perundangan yang menghalangi pemanfaatan berbagai potensi yang dimiliki oleh Propinsi Riau dalam menyelesaikan pasokan energi daerah, 4) mendorong Pemerintah Daerah untuk mengadopsi tekhnologi terapan modern yang mampu menghasilkan sumber energi alternatif yang berkelanjutan (sustainable).

Ketiga, melakukan penyikapan dan pengawasan proses suksesi Kepala Daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan budaya melayu yang santun, dengan cara : 1) mendudukkan Pemimpin yang peka terhadap permasalahan lingkungan hidup, independen (senantiasa meningkatkan nilai idealisme) dan benar-benar berpihak pada masyarakat luas, bukan sebagai kacung partai politik semata, 2) menghilangkan sikap primordial/kesukuan yang rentan terhadap kondisi pengkotak-kotakan dan perpecahan dalam masyarakat Riau, 3) dengan pemilihan yang akan dilaksanakan pada bulan ramadhan, maka hendaknya semua pihak mengedepankan etika-etika politik yang tidak merusak tatanan pada ranah spiritual masyarakat.

Harapan semua tentunya, kedepan Riau sebagai negeri yang makmur akan benar-benar mampu memakmurkan dan mensejahterakan masyarakatnya. Pengalaman masa lalu hendaknya dijadikan cerminan dalam proses pembelajaran hidup, belajar yang tiada henti, kapanpun, dimanapun, dengan siapapun dan apapun kondisinya, karena menurut Paulo Freire bahwa semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru, maka ambillah makna dari setiap pembelajaran dalam perjalanan hidup. Sekarang tinggal menantikan masa dimana waktu akan menunjukkan kepada siapa singgasana negeri melayu ini akan benar-benar dititipkan.

(Arsip : Bieb, Pekanbaru, 3 Ramadhan 1429 H/3 September 2008 M)

Tidak ada komentar: